Sabtu, 08 Januari 2011

UU Narkotika

UU Narkotika

iklan 336x280 iklan link responsive
iklan 336x280 iklan link responsive

Baca Juga

Undang-Undang Narkotika



Undang-Undang Narkotika
Dunia Kesehatan, terutama kefarmasian terus diramaikan dengan peraturan. Semoga saja semua produk manusia itu, dapat memberikan berkah bagi kita sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian. Silahkan Unduh Undang-Undang Narkotik 35/ 2009

Sejarah



  • Ordonantie Regie (1872). Pada masa peraturan ini berlaku, setiap wilayah mempunyai ordonantie regie sendiri-sendiri, diantaranya: Bali Regie Ordonantie; Jawa Regie Ordonantie; Riau Regie Ordonantie; Aceh Regie Ordonantie; Borneo Regie Ordonantie; Celebes Regie Ordonantie; Tapanuli Regie Ordonantie; dll.
  • Verdovende Midellen Ordonantie (Stbl 1927 Nomor 278 jo Nomor 536). Pembentukan peraturan ini disesuaikan berdasar asas konkordansi, dengan tujuan unifikasi hukum menyatukan seluruh peraturan dibidang narkotika yang ada sebelumnya.
  • Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. Perubahan yang terjadi dalam peraturan ini adalah dalam hal pengaturan yang lebih luas cakupannya, lebih lengkap serta lebih berat ancaman pidananya.
  • Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Yang melatarbelakangi diundangkannya peraturan ini adalah untuk meningkatkan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
  • Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Alasan yang perlu diperhatikan dalam peraturan ini adalah bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama dikalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara.


Periculum In Mora (PIM)


  • Industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib menyimpan Narkotika secara khusus; serta wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/ atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.
  • Dokter dengan alasan menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek, hanya dapat memperole Narkotika tersebut melalui Apotek.
  • Untuk pertama kali diatur mengenai Prekursor Narkotika, yaitu pengaturan mengenai zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel lampiran UU 35/ 2009.
  • Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika, dibentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) yang berkedudukan dibawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden serta berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dimana dapat melakukan penyadapan yang terkait setelah ada bukti awal yang cukup dan melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan.
  • Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.


Sanksi



  • Pelanggaran terhadap ketentuan penyimpanan dan/ atau ketentuan pelaporan dikenai sanksi administrative oleh menteri atas rekomendasi dari Kepala B.POM berupa: teguran; peringatan; denda administrative; penghentian sementara kegiatan; atau pencabutan izin.
  • Dipidana dengan pidana penjaea paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00, bagi:
  •  
    • Pimpinan rumah sakit, puskemas, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;
    • Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
    • Pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau
    • Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/ atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
  • Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/ atau tindak pidana Prekursor Narkotika dimuka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00.
  • Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00.
  • Dalam hal tindak pidana Narkotika dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda dan dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/ atau status badan hukum.

Peraturan lain yang kontroversial ialah UU Kesehatan 36/ 2009, bagi yang paham atau kritis terhadap peraturan ini pasti menemukan keterkait dengan kefarmasian. Tapi tidak ada yang bisa menyaingi suara protes Asisten Apoteker dalam PP Pekerjaan Kefarmasian 51/ 2009, kan
iklan 336x280 iklan link responsive (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Related Posts

UU Narkotika
4/ 5
Oleh

Silahkan berikan komentar ya teman-teman