Rabu, 19 Januari 2011

Kebhinekaan Hambatan Farmasi

Kebhinekaan Hambatan Farmasi

iklan 336x280 iklan link responsive
iklan 336x280 iklan link responsive

Baca Juga

Ke-bhineka-an membawa persatuan/ perpecahan





Bhineka Tunggal Ika merupakan moto negera kita yang tertulis dalam pita yang selalu dibawa oleh lambing Negara kita, Garuda Indonesia. Moto itu berasal dari kitab sutasoma Karanagn empu tantular, yang artinya berbeda-beda tetapi satu jua. Bila dimaknai secara mendalam maka walaupun Indonesia ini terdiri dari banyak suku, agama, ras, bahasa, kesenian, adat, dan lain-lain, tetapi merupakan satu kesatuan bangsa dan tanah air.


Nb: Banyak artikel di website ini yang terdiri dari beberapa halaman, jadi tolong perhatikan bagian pojok kanan atas artikel. Pembagian halaman ini dalam beberapa halaman indes ialah demi kemudahan rekan-rekan juga.


Begitupun dengan dunia farmasi sekarang ini. Tenaga kefarmasian yang secara teori dalam peraturan perundang-undangan hanya terdiri dari dua profesi, sebenarnya memiliki keberagaman yang dua kali lipat lebih banyak dari yang terlihat sekarang. Kemudian timbul pertanyaan, apakah keragaman ini akan membawa berkah berupa persatuan atau malah membawa bencana berupa perpecahan diantara kita?


Keberagaman  Farmasi

Dari PP 51/2009, kita dapat menyimpulkan bahwa memang profesi farmasi terbagi menjadi dua yaitu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Namun jenjang pendidikan kefarmasian yang diakui sebagai tenaga kefarmasian lah yang sebenarnya menjadikan dunia kefarmasian ini lebih bewarna. Jenjang pendidikan tersebut bila dilihat dari sejarahnya, ialah Tenaga Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, Akademi Analis Farmasi dan Makanan, S1 Farmasi, dan Apoteker.


Emangnya kenapa? Toh tetap juga terbagi menjadi Tenaga Teknis Kefarmasian atau Apoteker saja. Sekarang anda tanyakan pada diri sendiri, apakah adil bagi seseorang yang tingkatan jenjang pendidikannya lebih tinggi disamakan dengan yang berada dibawahnya? Apakah adil menyamakan kedudukan atau yang lebih sederhana, menyamakan gaji dari seorang S1 dengan lulusan akademi atau bahkan dengan Tenaga Menengah Farmasi? Walau untuk masalah ini perdebatannya panjang, tetapi pasti dari lubuh hati yang paling dalam rekan-rekan semua mengatakan tidak.


Tanda-Tanda Perpecahan

Ini contoh ya, apabila saya merupakan lulusan berkut saya mungkin akan berpikir begini. Sebagai lulusan S1 Farmasi/ AKFAR/ AKAFARMA saya merasakan ketidakadilan karena jenjang pendidikan saya tidak dianggap dan disamakan dengan lulusan Tenaga Menengah Farmasi, sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian yang bahkan gaji sayapun disamakan pula. Seperti yang saya tulis sebelumnya, apabila diperdebatkan tentunya akan sangat panjang karena masing-masing lulusan memiliki pendapat sendiri-sendiri.

Jadi sangatlah wajar apabila masing-masing lulusan ingin mempunyai tempatnya masing-masing. Hal ini dapat dicontohkan dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI), karena dahulu belum ada pendidikan profesi yang terpisah dengan S1, Apoteker dan S1 Farmasi tergabung didalamnya sampai 2009 kemarin. Kemudian dengan adanya PP 51/ 2009 yang juga didukung dengan telah dipisahnya jenjang pendidikan S1 Farmasi dan Apoteker, para Apoteker pun akhirnya memutuskan mendirikan perikatan sendiri yang bernama Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).


Kira-kira, para sarjana farmasi mau ga ya bergabung dengan Persatuan Ahli Farmaasi Indoensia (PAFI)? “I don`t think so”. Alasan S1 Farmasi akan berpikir ulang untuk bergabung dengan PAFI ialah, apa benar ISFI telah dihapus atau diganti atau dipisahkan. Bila dihapus atau diganti, maka ada kemungkinan mau tidak mau, para sarjana farmasi akan ikut bergabung dalam PAFI. Namun bila antara IAI dan ISFI hanya dipisah, maka kemungkinan besar S1 Farmasi akan kembali membangun ISFI. Toh tidak sulit untuk untuk melanjutkan sesuatu yang sebenarnya telah ada, walaupun dibarengi dengan sedikit perubahan.


Nah, yang satu ini rumornya sih sudah lama beberapa bulan ini saya mendapat informasi keberadaan sejatinya. Rumor tersebut ialah berkenaan dengan adanya keinginan rekan kita dari Akademi Farmasi untuk memisahkan diri dari organisasi Persatuan Ahli Farmasi Indonesia. Walau tidak sedikit rekan-rekan dari AKFAR telah menjadi anggota dan pengurus bahkan dibeberapa daerah ada yang menjadi ketua PD/ PC, namun tidak dapat dipungkiri tidak sedikit pula yang merasa tidak adil disamakan dengan Tenaga Menengah Farmasi sehingga perlu memisahkan profesi dari lulusan masing-masing.


Persatuan Ahli Madya Farmasi Indonesia (PAMFI), pernah mendengar perkumpulan tersebut? Saya menyebutnya perkumpulan karena tidak berbeda dengan grup Ikatan Asisten Apoteker (AA) se-JABOTABEK, grup Komunitas Tenaga Teknis Kefarmasian, grup Keluarga Besar Sekolah Menengah Farmasi (SAA) se-Indonesia, atau grup dan halaman lain yang ada di facebook. PAMFI didirikan di Cilegon, mengenai waktu berdirinya saya perkirakan sama atau mungkin setelah berdirinya PAMFI Cilegon yaitu pada tanggal 28 Januari 2009. Memang benar, kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat dilindungi sebagai salah satu Hak Asasi Manusia di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tapi ini masalah rumah tangga PAFI, karena rekan-rekan kita dari AKFAR berdasarkan Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga PAFI harus secara bersama-sama kita hormati dan lindungi keanggotaannya.


Saya tidak tahu maksud sebenarnya dari perkumpulan PAMFI tersebut, namun yang tertulis dalam keterangannya ialah “Untuk Semua Alumni D3 Farmasi Indonesia”. Kemudian MISI yang tertulis dalam info profil PAMFI Cilegon ialah “Mempersatukan Ahli Madya Farmasi”. Ada beberapa pernyataan/ Komentar dari beberapa anggotanya yang dapat dianlui sebagai bentuk rasa ingin membentuk organisasi tersendiri, tentunya tidak semua anggota mendukungnya ya (karena mungkin yang tergabung di grup tersebut hanya ingin berkumpul/ mencari teman sesame lulusan AKFAR). Hingga hari ini (18/4/2010) PAMFI telah memiliki 96 orang, baru-batu ini nambah 1 orang dari sebelumnya beberapa minggu atau bulan yang lalu masih 95 orang.  Diantara pernyataan yang masuk kategori keinginan mendirikan organisasi tersendiri tersebut ialah:


“Mudah2an ini menjadi cikal bakal untuk organisasi profesi lulusan akfar…., menjadi wadah untuk memperjuangkan nasib anggota”. Tertanggal 14 Februari 2010 dan tercatat 2 orang yang menyukai pernyataan ini. Beberapa hari kemudian (24/2/2010) ada pernyataan dari orang yang sama yang juga pengurus grup FB ini, “Kalau anggota Udah banyak bias ngadaain pertemuan nich untuk diskusi masa depan AMF…..”. Kali ini tidak ada yang menanggapinya. Yah mungkin itu hal biasa ya, karena di grup PAFI yang anggotanya sudah lebih dari 3600an orang aja yang menanggapi pernyataan/ komentar hanya beberapa orang saja. Entahlah kenapa, mungkin rata-rata orang farmasi ini berwatak plegmatis termasuk saya tentunya. At least but not last dari pengurus grup yang lain, menulis di Forum PAMFI: “Apa Pendapat anda tentang Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian….?????”. Kemudian ditanggapi oleh salah satu anggotanya: “JANGAN DISAMAKAN …. INI TIDAK ADIL … ”. Tentunya “mungkin” bukan salah orang yang memberi pancingan untuk berkomentar, tapi akibatnya ada komentar tersebut yang rekan-rekan bias analisis sendiri apa maksud dari jangan disamakan itu.

Coba rekan-rekan bayangkan apa jadinya bila uraian diatas benar adanya, masing-masing jenjang pendidikan farmasi mendirikan organisasi profesi sendiri-sendiri. IAI dikelola oleh Apoteker, ISFI dikelola oleh S1 Farmasi, PAMFI dikelola oleh AKFAR/AKAFARMA, dan PAFI dikelola oleh Tenaga Menengah Farmasi. Apakah rekan-rekan membayangkan bahwa masing-masing jenjang tersebut akan mengutamakan kepentingan masing-masing, dan mengesampingkan kepentingan yang lebih luas yaitu dharma bhakti karya kefarmasian. Kalau iya berarti kita sama, tapi kalau belum silahkan menghayal lagi.. Smile. Keadaan inilah yang saya kuatirkan akan menimbulkan perpecahan didunia farmasi!

Namun alasan yang paling krusial sehingga S1 Farmasi/ AKFAR/ AKAFARMA ingin memisahkan diri adalah, Organisasi PAFI walau telah didaftarkan pada LITBANG sebagai salah satu organisasi kefarmasian, tetap saja tidak dianggap sebagai organisasi yang mempunyai pengarush karena tidak mempunyai wewenang apapun. Berbeda dengan organisasi profesi apoteker yang tertuang didalam PP 51/ 2009, mempunyai wewenang untuk memberikan rekomendasi pemberian SIK untuk Tenaga Teknis Kefarmasian dan Apoteker ditempat bekerjanya dapat memberikan rekomendasi kemampuan agar dapat memperoleh Surat Tenda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). Artinya, ditingkat provinsi untuk membuat STRTTK di Dinkes Provinsi, seorang lulusan Tenaga Menengah Farmasi/ AKAFARMA/ AKFAR harus meminta rekomendasi kepada IAI, dan ditingkat kota/ kabupaten harus meminta rekomendasi kemampuan dari Apoteker tempat bekerja untuk memperoleh SIK dari Dinkes Kota/ Kabupaten.

Jadi apa perlunya menjadi anggota PAFI? Sebenarnya saya telat menulis artikel ini karena masih ada terbesit rasa keraguan pada diri saya. Saya meragukan apakah tulisan ini akan membuat rekan-rekan bersemangat untuk memajukan  PAFI atau hanya akan sekedar membaca dan melupakannya. Rekan-rekan dari AKFAR/ AKAFARMA akan lebih memilih untuk tetap bergabung di PAFI atau malah yang sebelumnya tidak tahu, sekarang menjadi tahu dan bergabung dalam PAMFI. Silahkan rekan-rekan perdebatkan pernyataan saya tersebut, karena saya menulis ini demi kemajuan PAFI.


Bersatulah Profesi Farmasi!

Saya telah kemukakan permasalahan yang mungking terjadi kemudian hari, atau yang telah terjadi walau itu masih terdiri dari dua profesi/ organisasi seperti sekarang ini. Sekarang mari kita bersama-sama mencari jalan keluarnya, bagaimana ya?


Yang namanya memulai sesuatu adalah yang paling sulit diantara perbuatan lainnya, sepakat kan! Karena itu saya merasa kagum dengan satu kalimat pernyataan yang dikeluarkan oleh pendiri halaman FB, Forum Komunikasi Profesi Farmasi yang beranggotakan 3329 orang (18/4/2010). Pernyataannya adalah:”Menurut anda perlukah PAFI (Persatuan Ahli Farmasi Indonesia) dan ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) dilebur menjadi satu saja menjadi Ikatan Profesi Farmasi Indonesia (IPSI) dan Kira-kira bagaimana bentuk Format yang terbaik untuk ikatan profesi yang baaru”. Tulisan itu dibuat pada 24 Juli 2009 sebelum adanya PP 51/ 2009, dan dikomentari sebanyak 66 Kali (18/4/2010).


Dari pernyataan tersebut dan komentar-komentar atasnya saya menarik sebuah kesimpulan, bahwa kedokteran yang terdiri dari berbagai profesi dan jenjang pendidikan dapat bersatu padu dalam sebuah organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), walaupun terdapat organisasi kedokteran lainnya. Sebagaimana Ikatan Bidan Indoneisa (IBI) untuk bidan dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk perawat, mengapa farmasi tidak! Toh awalnya PAFI didirikan untuk mempersatukan semua orang yang bhakti karyanya di kefarmsian, yang artinya semua terangkul dalam satu organisasi. Kalaupun tidak setuju, mari sama-sama berunding untuk  mewujudkan persatuan yang telah lama kita impikan ini. Mewujudkan pelayanan informasi obat yang terbaik.
iklan 336x280 iklan link responsive (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Related Posts

Kebhinekaan Hambatan Farmasi
4/ 5
Oleh

Silahkan berikan komentar ya teman-teman